Pythagoras
lahir pada tahun 580 SM (Sebelum Masehi) di Pulau Samos, Yunani. Dia berayah
seorang pedagang kaya bernama Mnesarchus dari kota 7Tirus, Phoenicia, sekarang bernama kota Sur, masuk wilayah Libanon. Ibu Pythagoras berdarah asli Samos, bernama
Pythais yang dinikahi Mnesarchus untuk menyempurnakan statusnya sebagai warga
kota Samos.
Kelahiran
Pythagoras yang kelak akan menjadi tokoh tersohor sepanjang zaman telah
dinujumkan jauh hari oleh seorang pendeta Yunani di kuil Apollo, kota Delphi.
Ketika itu Mnesarchus yang baru menikahi Pythais sedang melakukan perjalanan
bisnis dan singgah di kuil Apollo dengan membawa persembahan. Begitu tiba di
kuil, Mnesarchus langsung disambut sang pendeta.
“Sudah
tugasku menerima wahyu dari Yang di Atas. Kau akan dianugerahi seorang anak
yang istimewa. Rawatlah baik-baik anakmu. Bagi bangsa Yunani, dia akan penuh
hikmat. Bagi umat manusia keseluruhan, dia akan membawa pada pengetahuan.
Rawatlah dia baik-baik dan jagalah anakmu sepenuh hati,” ujar pendeta itu
panjang lebar.
Mnesarchus
mendengarkan dengan penuh takzim dan mengucapkan terima kasih atas ramalan
baiknya yang menyenangkan hati. Apa yang dinujumkan itu benar-benar menjadi
kenyataan. Mnesarchus menemukan tanda khusus pada paha bayi Pythagoras yang dia
yakini sebagai petunjuk adanya keistimewaan.
Oleh
ayahnya, Pythagoras kecil lantas diserahkan pada Creophilus untuk diberikan
pendidikan secara khusus. Guru Creophilus mengakui bahwa Pythagoras mempunyai
pesona dari sorga dan memiliki kecerdasan luar biasa. Sebagaimana putra-putra
Yunani terdidik, Pythagoras pun mempelajari karya-karya sastra, puisi dan
bermain musik.
Setelah
dinyatakan lulus dari Guru Creophilus, Pythagoras selanjutnya berguru pada
Pherekydes. Guru kedua itu juga memberikan banyak bekal pada Pythagoras
mengenai filsafat, mistik dan mitologi. Pherekydes merupakan guru yang hebat
dan selalu dikelilingi pemuda-pemuda yang ingin mempelajari berbagai hal.
Pythagoras
sendiri memperoleh pelajaran dari Pherekydes secara privat alias khusus. Dari
Pherekydes itulah Pythagoras memperoleh ajaran mengenai hubungan jiwa dan
tubuh. Pherekydes mengatakan, “Ada lubang-lubang di tubuh yang menyebabkan jiwa
bisa berpindah. Karenanya wahai Pythagoras, belajarlah memurnikan jiwa dengan
hidup seimbang.”
Dari ajaran itulah
Pythagoras memperoleh inspirasi awal mengenai keharusan berprilaku bersih agar
jiwa terjaga kesuciannya.Namun menjelang usia remaja, Pythagoras terpukul
jiwanya. Ayahnya. Mnesarchus meninggal dunia karena sakit.
“Ayah adalah
orang paling berharga dalam hidupku. Dialah yang pertama kali membawaku
berkeliling ke berbagai kota,” ratap Pythagoras di sisi jenasah ayahnya.
Kesedihan
Pythagoras sangat dirasakan kedua gurunya. Creophilus terus-menerus menghibur.
“Pythagoras, janganlah larut dalam kesedihan. Aku akan jadi pengganti ayahmu.
Sebelum meninggal, ayahmu mempercayakan pengawasan dan pembimbingan dirimu
kepadaku. Janganlah bersedih,” hibur Creophilus. Berangsur-angsur Pythagoras
pun berusaha melenyapkan kesedihannya bersama kedua gurunya.
·
Belajar ke Berbagai Penjuru
Sepeninggal
ayahnya, Pythagoras bangkit kembali untuk tetap terus tekun belajar dan
melupakan segala duka laranya. Dari guru Pherekydes, Pythagoras melanjutkan
berguru ke berbagai tempat yang dipandang akan menambah pengetahuannya lebih
banyak lagi. Pythagoras dirujuk untuk menemui Guru Thales.
Tahun 562 SM
Pythagoras berlayar dari Samos ke Miletus untuk menemui filosuf Thales. Pada
waktu itu sebenarnya, Guru Thales karena usianya sudah uzur tidak lagi
mengajar. Thales lahir 625 SM, berarti ketika Pythagoras datang menemuinya,
filosuf Thales sudah berusia sekitar 63 tahun. Tugas sehari-hari mengajar telah
diserahkan pada murid seniornya, Anaximander.
Guru Thales
terkenal sebagai salah satu dari tujuh orang bijak yang tersohor pada zaman
itu. Ketujuh orang bijak tersebut selain Thales dari Miletus adalah, Bias dari
Priene, Pittakos dari Mytelene, Soloon dari Athena, Kleoboulos dari Lindos,
Khiloon dari Sparta dan Periandros dari Korinthos.
Keahlian
Thales terutama di bidang matematika dan astronomi. Thales adalah orang pertama
yang berhasil secara tepat meramal akan terjadinya gerhana matahari pada tahun
585 SM. Pada waktu meramalkan gerhana matahari usia Thales baru menjelang empat
puluh tahun. Thales juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan menjadi penasihat
pemerintahan kota Miletus. Jadi tepat Pythagoras datang kepada Thales yang
merupakan ilmuwan besar pada masanya.
Pythagoras
cukup beruntung dapat diterima secara pribadi oleh Guru Thales. Kendati
sehari-hari tidak lagi bertugas mengajar, namun Thales bersedia memberikan
pelajaran pada Pythagoras secara khusus, selain juga tetap mengikuti pelajaran
yang diberikan Anaximander.
Dalam
sejarah filsafat Yunani klasik, Thales dijuluki sebagai bapak filsafat alam.
Dia mengabdikan hidupnya pada astronomi dan penelitian-penelitian ilmiah atas
alam semesta. Dari Guru Thales itulah Pythagoras belajar astronomi. “Gerakan
planet dan bintang semuanya terhitung secara matematis dan rinci. Kalau tidak
terukur secara matematis, terperinci dan harmonis, alam pasti akan saling
berbenturan, hancur berantakan dan musnah,” papar Guru Thales pada Pythagoras.
Dari
Anaximander didapatlah pelajaran mengenai geometri dan kosmologi. “Geometri
selalu menghasilkan gedung-gedung megah karena geometri sendiri pun begitu
megah,” ujar Anaximander kepada Pythagoras.
Dari
Anaximander pulalah Pythagoras belajar mengenai pengukuran-pengukuran
geometris. Anaximander yang lahir pada 610 SM dalam sejarah geografi dikenal
sebagai tokoh yang pertama kali menggambarkan peta dunia.
Selanjutnya
oleh kedua filsuf itu, Pythagoras dianjurkan memperdalam ilmunya dengan belajar
ke Mesir. “Sudah tak ada yang bisa kuajarkan padamu. Untuk mendalaminya lebih
jauh, pergilah ke Mesir, tempat segala sesuatu berasal. Baik itu teologi,
matematika, geometri dan kimia, semuanya dapat dilacak di Mesir. Janganlah
sekali-kali minum anggur, hindari makan daging serta jauhi sifat rakus dan
tamak agar jiwamu selalu bersih,” nasihat Thales pada kesempatan terakhir
pelajarannya. Usia Pythagoras pada waktu itu sudah 18 tahun.
Pythagoras
mengikuti anjuran Guru Thales. Pada tahun 535 SM Pythagoras berlayar ke Mesir.
Ada dua hal penting berkenaan dengan kepergiannya ke Mesir. Pertama, meneruskan
minatnya mempelajari ilmu-ilmu di Mesir. Kedua, menghindari ancaman
pemerintahan diktator Polycrates.
Pada masa
Pythagoras menginjak usia dewasa, Samos dikuasai pemerintahan otoriter yang
bengis dibawah diktator Polycrates. Musuh-musuh politiknya dihabisi secara
sadis. Bahkan saudaranya sendiri yang tidak menyetujui cara-cara kekerasan yang
diambil Polycrates juga disingkirkan. Pythagoras termasuk warga Samos yang
tidak menyetujui gaya kepemimpinan Polycrates. Sebelum meninggalkan Samos,
dengan penuh keberanian, Pythagoras menulis surat kepada Polycrates.
“Polycrates,
janganlah membawa Samos pada kediktatoran militer. Lihatlah sendiri, Mesir
besar bukan karena militernya, melainkan peradabannya,” tulis Pythagoras dalam
suratnya. Polycrates membalas dengan
ucapan sinis. “Kalau kau memang mengagumi Mesir, datanglah sendiri kau ke
sana.” Walaupun tidak terang-terangan Polycrates akan menghukum tokoh muda itu,
namun dari relung hati Pythagoras ada isyarat tidak beres. “Polycrates pasti
punya rencana terselubung,” pikirnya.
Karena itu
Pythagoras meninggalkan Samos pada malam hari agar tidak diketahui kaki tangan
Polycrates. Selama berlayar melintasi Laut tengah, perjalanan berlangsung aman
dan lancar.
Dalam
perjalanan itu, Pythagoras lebih banyak bermeditasi, tidak banyak bergerak,
tidak makan, tidak minum dan tidak tidur. Para awak kapal menganggap perjalanan
mereka diberkati.
Di antara
mereka yang sedianya akan bermaksud jahat hendak menjual Pythagoras sebagai
budak di Mesir, malah berbalik sangat takzim dan penuh hormat. “Wah, dia seperti seorang nabi tanah Yudea.
Sepertinya ada jiwa suci menyertai Pythagoras,”bisik-bisik di antara awak
kapal.
Sebelum
meninggalkan kapal, Pythagoras berpesan kepada para awak kapal. “Janganlah
berbuat kejahatan. Karena kejahatan itu akan berbalik padamu. Sucikanlah
jiwamu. Dengan begitu kehidupan akan jauh lebih baik dan kamu akan hidup
bahagia,” kata Pythagoras dengan lembut. Mereka hanya bisa diam sambil
mengangguk-angguk.
Mesir adalah
tempat yang menakjubkan bagi Pythagoras. Dia menyaksikan kemegahan bangunan
piramid dan spink. “Benar kata Guru Thales, peradaban Mesir sangat maju. Di
sini perkembangan matematika dan astronomi jauh lebih dahsyat. Aku akan tinggal
lama di Mesir untuk mempelajari matematika, astronomi dan peradaban Mesir yang
sangat mengagumkan,” pikir Pythagoras membulatkan tekadnya.
Demikianlah
Pythagoras banyak menggali ilmu di Mesir. Di negeri lahirnya para nabi itu,
Pythagoras juga belajar ritus agama dan ketuhanan. Para pemuka agama di Mesir
kuno hidup sepenuhnya di dalam kuil, menjaga kesucian, memotong rambut, memakai
kain linen dan mandi lima kali sehari. Banyak cara hidup pendeta Mesir kelak
diadopsi Pythagoras dan diajarkan kepada para pengikutnya, seperti hidup
vegetarian dan menolak menggunakan pakaian yang berasal dari kulit binatang.
Selama
bermukim di Mesir, Pythagoras menyaksikan terjadinya peristiwa peperangan
antara Mesir dan Persia. Polycrates penguasa lalim di Samos yang semula
menjalin hubungan dengan Mesir berbalik ikut menyerang Mesir dengan cara
mengirim 40 kapal perang memperkuat pasukan Persia.
Peperangan
terbuka pecah di kawasan sebuah delta Sungai Nil. Pasukan Mesir kalah telak.
Dua kota terpentingnya, Heliopolis dan Memphis dikuasai Persia. Raja Amasis
dijebloskan ke penjara dan penduduknya dimusnahkan.
Akibat
kekalahan perang melawan Persia itu, orang-orang Mesir dibuang ke Babilonia
sebagai tawanan perang. Dalam barisan tawanan itu terdapat pula Pythagoras.
Walaupun berada di pembuangan, Pythagoras tetap dapat mensyukuri karena masih
dapat bertahan hidup. Bahkan Pythagoras merasa sangat senang karena dapat berhubungan
dengan para penganut Majusi.
Menurut
agama Majusi yang ditetapkan sebagai agama resmi Persia , dipercayai adanya
kekuatan baik atau Tuhan yang disebut Ahuramazda dan kekuatan jahat atau iblis
yang disebut Ahriman. Ahuramazda dan Ahriman menjadi penguasa alam semesta
jagad raya dan terus-menerus saling berhadapan.
Selama masa
pembuangan itu Pythagoras juga mendapat tambahan ilmu aritmatika dan musik.
Oleh pendeta Majusi, Pythagoras disarankan pergi ke India.
“Di tanah
Hindustan, letaknya jauh ke arah timur melewati sungai Indus, akan kau temukan
pelajaran lain yang lebih berharga,” kata salah seorang Pendeta Majusi kepada
Pythagoras.
Dengan izin
pemuka agama Majusi, Pythagoras meninggalkan Babilonia dan mengembara ke arah
timur. Berdasar catatan sejarah, pada sekitar 3000 SM jauh melampaui zaman
keemasan filsafat Yunani Kuno yang baru mulai muncul pada tahun 600 SM atau
zaman kehidupan filosuf Thales, peradaban bangsa-bangsa di Timur telah mencapai
kemajuan yang menakjubkan. Bangsa Arya yang konon merupakan ras paling unggul
telah menancapkan pengaruhnya di dataran tinggi Iran dengan pimpinan Zarathustra
atau Nabi Zoroaster.
Hindustan
yang kala itu dikuasai bangsa Arya, Pythagoras terkagum-kagum menyaksikan
kemajuan peradaban negeri itu. Pada masa itu Yunani masih di belakang peradaban
bangsa-bangsa timur. Eropa secara keseluruhan masih hutan belantara. Kepada
para pendeta Hindustan itu Pythagoras mempelajari konsep mengenai penyatuan
jiwa. Dari ajaran para pendeta Hindustan itulah tampaknya Pythagoras mengembangkan
konsep filsafat, bahwa jiwa kita semua akan menyatu kembali dalam satu kesatuan
kepada Yang Maha Suci. “Itulah hakikat Tuhan, dari-Nya kita berasal dan
kepada-Nya pula kita akan kembali,” ujar pendeta Hindustan meringkaskan
keyakinannya.
Pada waktu
Pythagoras mengunjungi Hindustan, selain adanya agama Hindu yang sudah
mengakar, berkembang pula ajaran baru yang disebarluaskan oleh Sidharta Gautama
yang terkenal dengan nama Budha. Bagi Pythagoras, ajaran Hindu mengenai kasta
dalam struktur masyarakat kurang memuaskan batinnya. Bangsa Arya membedakan
secara tajam antara kasta tertinggi dengan kasta paling rendah yang meliputi
rakyat jelata.
Dengan
petunjuk orang Arya, Pythagoras dapat menemui Sang Budha Gautama, tokoh yang
sedang naik daun di Hindustan kala itu. Pangeran yang hengkang dari istana
kerajaan dan lebih memilih untuk menyebarkan pandangan hidup baru tanpa
membeda-bedakan asal-usul keturunan itu sangat menarik minat Pythagoras.
Ditilik dari
tahun kelahiran Sidharta dengan tahun kelahiran Pythagoras, terdapat selisih
perbedaan usia sekitar 17 tahun. Sidharta lahir sekitar 563 SM, sedangkan
Pythagoras pada 580 SM. Itu berarti Sidharta lebih muda 17 tahun dari usia
Pythagoras.
Keduanya
bertemu pada sekitar tahun 522 SM. Usia Pythagoras sudah terbilang matang
berkepala lima atau sekitar limapuluh delapan tahun. Sidharta lebih muda
tujuhbelas tahun atau berusia sekitar 41 tahun. Tampaklah mulia hati
Pythagoras, ternyata dia bersedia menemui orang yang lebih muda dari dirinya
untuk menggali ilmu memenuhi rasa dahaganya. Dalam usia menjelang enampuluh
tahun itu Pythagoras masih melanglang buana ke segenap penjuru menghimpun
segala ilmu pengetahuan.
Padahal
Sidharta Gautama sudah menyebarkan ajarannya pada usia tigapuluh lima tahun.
Maka ketika Pythagoras menemui Sang Budha Gautama, bagai air bah ajaran Budha
telah menyebar ke berbagai wilayah Hindustan. Sang Budha Gautama telah memiliki
banyak pengikut.
Pertemuan
Pythagoras dengan Sang Budha Gautama yang jauh lebih muda di kaki pegunungan
Himalaya telah menorehkan inspirasi besar. Lelaki yang telah banyak malang
melintang ke berbagai negeri timur itu merasa sudah terpuaskan hasrat
pencariannya.
Setelah
mengembara di Hindustan, Pythagoras kembali ke Babilonia. Orang-orang Babilonia
menyampaikan kabar bahwa penguasa Samos, Polycrates yang lalim telah tewas di
tangan orang Oroetes yang tidak menyetujui penggabungan Samos ke Persia. Mereka
menyarankan agar Pythagoras kembali saja ke Samos. “Polycrates yang mengancam
nyawamu sudah tewas dibunuh. Saatnya sekarang kau kembali ke Samos. Pulanglah,
sobat... Negerimu yang hancur saat ini membutuhkan kehadiranmu. Bagaimanapun
Babilonia bukan rumahmu,” kata orang Babilonia mengingatkan.
Pythagoras
tercenung masgul. Dalam usia menjelang senja itu dia masih hidup di negeri
orang. Praktis empat puluh tahunan Pythagoras meninggalkan kampung halamannya.
Sejak usia delapan belas tahun hingga usia limapuluh delapan tahun telah
dihabiskan waktunya menimba berbagai ilmu di seluruh penjuru negeri.
·
Mendirikan Perguruan, Menyebarkan
Kebajikan
Pada tahun
520 SM Pythagoras kembali ke negeri leluhurnya di Pulau Samos. Keadaan kampung
halamannya ternyata hancur berantakan. Pasukan tentara Persia telah
meluluhlantakkan segalanya .
Di Samos
Pythagoras mencoba mendirikan sekolah yang disebutnya Semicircle. Dia
mengajarkan kebajikan-kebajikan untuk kembali menata kota Samos. “Harus ada
hukum yang dijunjung. Jangan berbuat jahat lagi. Kebaikan dan keadilan harus
ditegakkan,” seru Pythagoras.
Namun
tampaknya ajakan Pythagoras tidak memperoleh sambutan hangat dari warga Samos.
Sebagian besar penduduk memilih hidup berfoya-foya dan bersenang-senang dalam
kehancuran. Karena itu Pythagoras kembali meninggalkan kampung halamannya pada
tahun 518 SM. Dia hanya bertahan sekitar dua tahun saja. Ada kelompok
masyarakat yang sangat membencinya. Bahkan ada yang menyerang Pythagoras
sebagai antek Persia atau antek Mesir. Memang pengaruh Mesir maupun alam
pikiran timur sudah merasuk dalam diri Pythagoras.
Pythagoras
kembali berkelana sambil mengajarkan pandangan hidupnya kepada siapa saja yang
mau mendengarkan. “Saudara-saudaraku, kebenaran hanya bisa didapat dengan jiwa
yang suci dan tulus. Alam menuntut matematika yang harmonis. Jiwa juga harus
harmonis dengan alam,” Pythagoras berfilsafat di setiap kesempatan yang ada. Pentingnya
menyampaikan kebenaran dalam segala situasi itu merupakan inspirasi yang
didapat Pythagoras dari orang-orang Majusi ketika hidup dalam pembuangan di
Babilonia.
Pelan namun
pasti, jumlah orang yang bersimpati dengan ajarannya pun terus bertambah.
Pythagoras mulai dikenal sebagai orang bijaksana. Dia mengajarkan pada setiap
orang untuk selalu menjaga kesucian jiwa. “Hendaklah jangan saling membunuh.
Hapuskan perbudakan, jauhkan peperangan, hindari bermewah-mewah dan hiduplah
sederhana,” tuturnya lemah lembut.
·
Kembali Berkelana, Menetap di Italia
Setelah
mengembara ke berbagai penjuru, Pythagoras rupanya tidak pernah mau kembali ke
kampung halaman di Samos, Yunani. Pasalnya ada desas-desus yang meresahkan
hatinya bahwa penguasa Yunani akan menghukumnya apabila Pythagoras kembali ke
tanah kelahiran. Walau fakta ini tidak didukung bukti-bukti sejarah, namun
fenomena bertahannya Pythagoras di negeri orang cukup dapat menjelaskan latar
belakang keengganannya pulang kampung.
Sesudah
banyak melakukan pengembaraan dan terjaminnya keamanan diri beserta para
pengikut, Pythagoras kemudian memutuskan tinggal di Kroton, Italia Selatan.
Kota Krotona, salah satu wilayah koloni Yunani, sekarang kawasan Italia,
merupakan kawasan yang dirasa aman bagi Pythagoras beserta murid-muridnya.
Krotona berada di teluk Taranto, selatan Italia. Kota itu dibangun sekitar 710
SM oleh orang-orang Yunani. Awalnya bernama Croton, lalu berubah jadi Cotrone
dan sejak 1928 menjadi Crotone. Di situlah dia bersama para pengikutnya
mendirikan perguruan atau semacam pesantren. Mereka bersumpah setia untuk
sehidup semati tinggal bersama sebagai satu komunitas. Sekitar duapuluh tahunan
padepokan Pythagoras berada di Kroton.
·
Peraturan Ketat
Selama
puluhan tahun memimpin perguruan yang didirikannya, Pythagoras menerapkan
peraturan-peraturan dan tata tertib secara sangat ketat. Tetapi hal itu
didasari pada kesukarelaan para murid pengikutnya. Bagi yang tidak dapat
mengikuti atau berkeberatan boleh meninggalkan perguruan alias tidak dilarang
ke luar di tengah jalan. Perguruan Pythagoras sangat terkenal dan berjaya
sepanjang usianya.
Barang siapa
tidak menyucikan diri atau penyuciannya masih berkurang, rohnya akan berpindah
pada kehidupan lain. Perpindahan itu dapat berlangsung terus-menerus dan
berulang-ulang, baik itu ke tumbuh-tumbuhan, binatang maupun juga ke manusia
yang kemudian dilahirkan ke dunia. Apabila roh sudah sungguh-sungguh disucikan
melampaui berbagai perpindahan, maka roh akan tenang penuh kemuliaan.
Dalam
merekrut murid atau pengikut, tidak sembarang orang dapat diterima. Ujian
pertama yang wajib diikuti oleh siapapun untuk diterima sebagai murid, yaitu kerelaan
menyerahkan segenap apa yang dimiliki. Harta benda tersebut dapat diambil
kembali apabila yang bersangkutan keluar dari perguruan.
Ujian
berikutnya yang tidak kalah beratnya adalah seluruh murid diwajibkan mengikuti
pertemuan-pertemuan secara bersama-sama. Para pengikut Pythagoras ini dilatih
hidup menjauhi kenikmatan duniawiyah dan memperkuat ketahanan mental-pikiran.
Barang siapa melakukan pelanggaran di luar batas toleransi niscaya akan terkena
sanksi berat.
Pernah
seorang murid bernama Hippasos dikenai sanksi berat akibat kebandelannya.
Pythagoras telah beberapa kali mengingatkan agar Hippasos tidak sembarangan
membicarakan ilmu rahasia kepada orang-orang di luar yang belum tentu
sependapat. Namun Hippasos tidak mengindahkan teguran Pythagoras. Bahkan
cenderung membangkang dan diketahui mulai berani berolok-olok bila berada di
luar padepokan. Terutama yang berkenaan dengan berbagai pantangan atau
tabu-tabu yang diajarkan Pythagoras. Lantaran sudah melampaui batas, Pythagoras
menjatuhkan sanksi paling berat dan tidak ada kata maaf lagi. Hippasos dipecat.
Menurut tata
tertib yang berlaku, murid semacam Hippasos itu sudah termasuk berkhianat
karena membocorkan ilmu rahasia pada orang tidak berhak. Pythagoras menyatakan,
selama masih menjadi muridnya wajib menaati seluruh tata tertib sebagaimana
dijanjikan dari awal. Barangsiapa melakukan pelanggaran dan tidak
memperlihatkan itikad baik untuk memperbaikinya, maka yang bersangkutan akan
dikeluarkan dari padepokan atau diminta mengundurkan diri. Bagi yang terkena
pemecatan, alam semesta diniscayakan akan menambahkan hukuman yang setimpal.
Dalam
perjalanan pulang ke kampung halaman, Hippasos mengalami kecelakaan. Kapal yang
ditumpanginya oleng diombang-ambingkan badai besar. Hipassos terlempar dari
kapal dan mati. Sejarah mencatat, itu akibat dia kualat memperolok
ajaran-ajaran Pythagoras. Padahal sebagai seorang murid seharusnya dia menjaga
kehormatan guru besarnya atau secara baik-baik mengundurkan diri sekiranya
tidak lagi dapat menerima ilmu-ilmu sang guru.
Pythagoras
melalui ajaran-ajarannya menekankan bagaimana pada akhirnya para pengikut
berhasil mencapai kebersihan jiwa. Itu tidak hanya melalui pengetahuan teoritis
saja. Lebih dari penyelidikan-penyelidikan matematis-ilmiah yang memang
merupakan dasar sistem filsafatnya, Pythagoras juga mewajibkan pelaksanaan tata
tertib moral-spiritual, mulai dari tingkah laku, pola makan hingga ritual dan
tabu-tabu yang tampak aneh sekalipun.
Di kota
itulah ajaran-ajaran Pythagoras memperoleh sambutan. Pythagoras menyebut para
pengikutnya sebagai Pythagorean. Pada perguruan Pythagoras, wanita memperoleh
kedudukan yang sederajat dengan pria. Pythagoras sangat menghormati dan
menjunjung tinggi harkat-martabat wanita. Pythagoras konsisten dengan
filsafatnya mengenai angka-angka, walaupun terbagi ganjil dan genap seperti
halnya pria dan wanita, namun keduanya merupakan satu kesatuan.
·
Pola Hidup Vegetarian
Dalam hal
menyantap makanan, Pythagoras juga menetapkan peraturan ketat serta melakukan
pantangan terhadap jenis makanan tertentu. Sayur-mayur, buah-buahan, sedikit
karbohidrat dan air putih merupakan menu sehari-hari. Sedangkan segala rupa
daging, ikan, minuman beralkohol merupakan jenis makanan yang mutlak harus
ditinggalkan alias menjadi pantangan.
Dasar ajaran
Pythagoras mengenai makanan yang dibolehkan dan yang harus ditinggalkan itu
berkaitan langsung dengan kekuatan pengendalian diri. Makanan jenis tertentu
dapat merusak akal budi dan mengotori kesucian batin. Karena itu
makanan-makanan tersebut harus dipantang. Pythagoras dan para muridnya
mempraktekkan filsafat vegetarian dalam pola makannya.
Tampaknya
filsafat vegetarian, yakni berpantang segala macam daging dan ikan, serta
menyantap seperlunya saja makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, merupakan
ajaran yang digali dari khasanah kebijaksanaan bangsa Timur. Pola makan
vegetarian dipandang dapat lebih menyehatkan tubuh, mencegah berbagai penyakit
serta terlebih lagi akan membersihkan jiwa dari sifat-sifat jahat, memperkuat
mental pikiran dan menjadikan hidup bahagia lahir-batin.
Seperti
diketahui melalui catatan-catatan sejarah, Pythagoras bukanlah satu-satunya
guru besar asal Yunani yang mempraktekkan pola makanan vegetarian. Guru besar
Yunani lainnya seperti Sokrates dan Plato merupakan penganjur serta teladan
menyantap makanan vegetaris sesuai kebutuhan tubuh.
Terbukti apa
yang diajarkan Pythagoras tak lekang di panas tak lapuk di hujan. Bagi
masyarakat modern yang mabuk konsumerisme, sudah pasti tidak gampang menjalani
ajaran Pythagoras. Pada masa itu saja hanya sedikit orang yang sanggup menjadi
muridnya. Bahkan ada yang menyatakan, pedoman aturan hidup dalam perguruan
Pythagoras tidak cuma sebatas menyangkut hal ihwal makanan, tetapi lebih dari
itu banyak sekali peraturan tata tertib dalam hal tingkah laku yang wajib
ditaati. Bagi masyarakat kebanyakan, lebih-lebih untuk orang sekarang, itu
semua nampak gila bin edan.
Tetapi
sesungguhnya tidaklah menjadi berat bagi mereka yang tulus untuk mencapai
kemuliaan tertinggi, yakni hidup sesuai dengan harmoni alam. Dengan tingkah
laku mematuhi peraturan-peraturan susila yang tinggi mutunya, Pythagoras dan
para pengikutnya berusaha memperoleh kualitas kebatinan, akal budi yang bersih,
jernih. Sebab yang demikian itu juga menjadi tuntutan alam semesta yang harmonis.
Menurut
Pythagoras seperti juga diajarkan oleh tokoh-tokoh alim, jiwa manusia itu
bersifat kekal. Dengan pola makan vegetaris, kebersihan jiwa cenderung lebih
dapat dijaga dan ditingkatkan. Ajaran filsafat vegetarian sangat boleh jadi
digali dari kebijaksanaan Mesir kuno. Para pendeta bangsa Mesir diketahui tidak
pernah memakan daging. Dipercayai, daging binatang yang disantap manusia sama
saja menjadikan badan sebagai kuburan binatang itu.
Selain
berpantang daging, terdapat jenis makanan tertentu yang tidak boleh disantap.
Di antaranya buncis, roti yang remuk dan roti bulat besar. Ada lagi tabu-tabu
tertentu yang harus dihindari seperti melangkahi palang, mengambil api dari
batu, memelihara burung walet di atas rumah. Tidak jelas alasannya mengapa hal-hal
tersebut ditabukan. Namun semua itu harus betul-betul diperhatikan dan dijaga
kerahasiaannya. Pythagoras menekankan, hanya para murid sajalah yang boleh
mengetahui ajarannya. Orang-orang di luar padepokan tidak boleh diberi tahu,
kecuali mereka sudah resmi bergabung dan tinggal bersama di dalam padepokan.
Karena itu padepokan Pythagoras terkenal juga dengan ilmu-ilmu rahasia. Pada
waktu itu hanya sedikit sekali yang diketahui apa sesungguhnya yang diajarkan
dan dipraktekkan Pythagoras bersama para pengikut di dalam padepokan.
·
Masa Tua Pythagoras
Pythagoras
menikah pada usia yang sudah tua, sekitar enampuluh empat tahun. Wanita yang
dinikahinya masih berusia muda belia dan menjadi pengikut ajarannya. Dari
pernikahannya, Pythagoras memiliki tujuh orang anak. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa Pythagoras
menikah dengan seorang wanita bernama Theano dan memiliki Damo putri, dan
seorang putra bernama Telauges, yang berhasil Pythagoras sebagai guru dan
mungkin diajarkan Empedokles. Yang lain mengatakan bahwa Theano adalah
salah seorang muridnya, bukan istrinya, dan mengatakan bahwa Pythagoras tidak
pernah menikah dan tidak memiliki anak.
Akhir
kehidupan Pythagoras dicatat sejarah berlangsung amat dramatis. Musuh-musuh
Pythagoras sering menyatroni perguruannya. Bahkan kemudian muncul penggalangan
mengusir Pythagoras bersama seluruh pengikut. Dengan berat hati mereka
meninggalkan Kroton menuju Metapontion, masih di kawasan Italia. Di Metapontion
itulah Pythagoras mempertahankan padepokannya sampai akhir. Suatu hari rumah Pythagoras dibakar oleh musuh-musuhnya
(mereka yang marah karena dianggap tak layak menjadi anggota perkumpulan
Pythagoras) hingga menyebabkan anggota perkumpulan cerai-berai, berlarian
menyelamatkan diri. Kemudian gerombolan itu membantai kaum Pythagorean satu
demi satu. Akhirnya perkumpulan itu pun hancur. Pythagoras sendiri melarikan
diri. Sebenarnya ia bisa selamat jika tak terhalang ladang buncis. Tepat di
depan ladang buncis, Pythagoras berhenti dan berkata bahwa ia lebih memilih
dibunuh daripada harus melewati ladang buncis. Tentu saja perkataan itu
disambut gembira para pemburunya. Akhirnya mereka pun memotong lehernya. Apa yang
telah dikuatirkan sejak lama sekali terbukti menjadi kenyataan. Dikabarkan
Pythagoras dibunuh oleh orang-orang yang diduga suruhan penguasa Yunani.
Begitulah legenda menyebutkan Pythagoras memang telah diincar nyawanya sejak
masih usia muda di kampung halaman. Usianya ketika meninggal berkisar sekitar
delapan puluh tahun. Pemakaman jasadnya diiringi ratapan para pengikut setia.
Kematian
Pythagoras amat misterius karena tidak dapat diungkap secara pasti apa dan
bagaimana duduk perkara sesungguhnya hingga dia dibunuh demikian kejinya. Ini
berbeda dengan kematian Socrates yang sangat terang-benderang sebab-sebabnya
maupun mengabadi dalam sejarah bagaimana para muridnya tegang menghadapi
detik-detik kematian Socrates menjelang eksekusi hukuman mati. Sedangkan
kematian Pythagoras tertutup kabut sejarah, misterius dan kontroversial.
Sepeninggalnya
Pythagoras, padepokan tidak terurus dan kehilangan figur sentral yang selama
itu dijadikan panutan. Bahkan mazhab Pythagorean selanjutnya terpecah menjadi
dua aliran.
Aliran
pertama lebih menekankan praktek mental-spiritual ketat dan bersifat
mistis-metafisis atau disebut aliran akusmatikoi. Sedangkan aliran kedua lebih
menekankan penyelidikan-penyelidikan ilmu alam dengan dilandasi matematika dan
metode ilmiah atau disebut aliran mathematikoi.
Mereka pun
berpencar ke kampung asal di berbagai penjuru Yunani dan Italia. Walau secara
fisik padepokan Pythagoras sudah bubar karena tak ada lagi tokoh sentralnya,
namun ajaran-ajaran Pythagoras tetap berkembang. Justru dengan menyebarnya para
pengikut ke berbagai penjuru, filsafat Pythagoras tidak lagi hanya merupakan
ilmu rahasia yang cuma berkutat di sekeliling padepokan. Terbukti warisan
Pythagoras masih terus dikaji, dipelajari, digali, terus dan terus tanpa henti.
Menurut
kesaksian Iamblikhos dan Diogenes (412-323 SM), perkumpulan Pythagoras bukanlah
merupakan gerakan politik sebagai ditudingkan oleh pihak-pihak yang tidak
menyukai kegiatan mazhab Pythagorean. Mereka murni melakukan aktivitas filsafat
praktis disertai ritual spiritual tertentu dan penyelidikan-penyelidikan bidang
matematika, astronomi maupun ilmu alam pada umumnya.
Padepokan
Pythagoras benar telah ditelan bumi, musnah tanpa bekas. Tetapi ajaran-ajaran
filsafat Pythagoras tak pernah mati. Tetap mempesona dan penuh keajaiban.
DAFTAR RUJUKAN
Phytagoras, Sang Maha Guru Filsafat
Angka. (2009,
Oktober 19). Retrieved Februari 22, 2014, from Aura Tokoh Sumber Inspirasi:
http://auratokoh.blogspot.com/2009/10/pythagoras-sang-mahaguru-filsafat-angka.html
Phytagoras. (2010, Nopember 2). Retrieved Februari 20, 2014, from
http://kevin080728.blogspot.com/2010/11/phytagorasmatematika.html
Phytagoras. (2010, April 8). Retrieved Februari 22, 2014, from Anatara
Maz dan Mbah: http://antaramazdanmbah.blogspot.com/2010/04/pythagoras.html
Biografi Phytagoras. (n.d.). Retrieved Februari 20, 2014, from Biografi:
http://info-biografi.blogspot.com/2012/09/biografi-pythagoras.html
...
0 komentar:
Posting Komentar